Coffee Journey (1): Indahnya Naik-naik ke Kebun Kopi  

Rabu, 28 September 2016 13:47 WIB

Kebun kopi Malabar, Pengalengan, Bandung menjadi tempat wisata (Hindrawan/TEMPO)

TEMPO.CO, Jakarta - Obrolan hangat itu terjadi di pondok pada tepian area pengolahan biji kopi yang luasnya kira-kira separuh lapangan sepak bola. Slamet Prayoga, pemilik fasilitas yang bernama Malabar Mountain Coffee, larut dalam rumpi dengan anak buahnya, Tatam Syam Arif, serta saya yang berkunjung ke Desa Margamulya, Pengalengan, Kabupaten Bandung, Selasa lalu.

Meski saat itu menjelang siang dan sinar matahari cukup terik, bulu kuduk tubuh ini tetap saja berdiri tiap angin beku Gunung Malabar berembus. Beruntung, secangkir kopi premium blend panas dari sang sahibulbait membantu menghangatkan tubuh. Wedang itu berasa sedikit asam dan manis.

Tapi pertunjukan sesungguhnya bukan icip-icip kopi. Yoga—sapaan akrab Slamet Prayoga—mengajak saya menelusuri perjalanan buah kopi yang seduhan bubuknya sampai di cangkir mungil saya. “Ada pengalaman unik yang akan diperoleh saat menjelajah proses tanam sampai pengolahan kopi," kata Yoga, 56 tahun.

Baca juga: Coffee Journey (3): Menelusuri Jejak Asal Kopi di Malabar


Foto-foto: Melihat Keindahan Kebun Kopi Malabar, Bandung

Video: Serunya Ngopi di Kebun Malabar


Petualangan ke kebun kopi sedang naik daun sekarang. Banyak penikmat si biji hitam—dan tak sedikit pula orang awam di dunia perkopian—tertarik mengikuti tur kebun kopi.

Tak aneh bila mulai bermunculan paket tur ke kebun kopi dengan ragam servisnya. Ya, salah satu yang terkenal adalah paket piknik yang dikelola Yoga sejak tahun lalu dengan bendera Malabar Mountain Coffee.

Pria kelahiran Kebumen ini mengatakan tur ke kebunnya bukan sekadar vakansi. Peserta bisa merunut proses buah kopi sejak dipetik dari pohonnya hingga berakhir di karung goni atau digerus menjadi bubuk. “Selama proses itu, peserta akan berkemah di ketinggian sekitar 1.700 meter di atas permukaan laut," dia berujar.

Sepanjang perjalanan menuju lokasi kemah itu, sepasang mata ini dimanjakan oleh permainya kebun teh yang menghampar bagai permadani. Jalan berkelok-kelok, berbatu, dan menanjak bukan perkara sulit bagi mobil penggerak empat roda yang saya tumpangi.

Perjalanan itu ditempuh dalam waktu sekitar 20 menit. Barulah tanah landai yang seluas lapangan sepak bola terbentang dengan sekeliling pohon-pohon kopi. Ada embung di tengahnya. “Ada ikan mas dan nila yang bisa dipancing di sini," ujar Yoga.

Pinggiran embung menyisakan ruang yang bisa didirikan tenda kemah. Setidaknya tanah landai di sekitar embung bisa menampung 10 tenda kecil, 3 tenda regu, dan 1 tenda peleton.

Bila adrenalin tak terpacu hanya dengan berkemah, Yoga menawarkan trekking ke pendapa yang dia dirikan di ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut. Lokasinya hampir di tapal batas tertinggi kebun kopi yang dikelola insinyur lulusan Universitas Mulawarman, Samarinda, itu.

Tantangan menuju balairung yang terbuat dari kayu itu adalah jalan setapak yang menanjak hampir tegak lurus. Di tengah pendakian, terlihat tetenger tangan dingin Yoga dalam mengelola kebunnya. Misalnya, dia menanam cabai gendot (Capsicum chinense) di sela-sela pohon kopi. “Tanaman ini akan memberi karakter rasa spicy pada kopi yang nanti dipanen," kata Tatam alias Asep—anak buah Yoga yang menemani saya menanjak.

Perlu 30 menit untuk sampai di pendapa. Dari lantai dua pendapa, tampak Situ Cileunca di seberang pegunungan. Makin nikmat bersantai di pendapa lantaran Tatam, 42 tahun, menyeduh kopi yang diolah dengan cara full wash.

Berturut-turut seusai tur ke puncak itu, Yoga mengajak melihat proses pengupasan kulit buah kopi yang memerah (red cherry). Proses ini namanya pulping. Lalu berlanjut ke penjemuran. Yoga membeber biji-biji kopi di atas terpal yang mudah dibuka saat sinar terik sekaligus cepat digulung ketika hujan tiba-tiba datang.

Dari lapangan penjemuran, biji kopi berpindah ke mesin huller yang mirip pengupas gabah padi. Berikutnya adalah proses grading, di mana ada mesin yang memisahkan biji kopi berdasarkan ukuran. “Ada empat tingkat pemisahan ukuran, tapi yang terbaik adalah ukuran nomor dua," ujar Agus Kurniawan, 20 tahun, pekerja yang menangani proses grading.

Setelah dipilah, giliran mata dan tangan terampil Ayi Sukaesih-lah yang bekerja. Perempuan 28 tahun ini bertugas menyortir biji kopi terbaik. Biji yang hitam, bolong, dan pecah disingkirkan di baki. “Tak ketinggalan memilih biji kopi jantan yang bentuknya bulat karena jenis ini lebih nikmat dan harganya bisa dua kali lipat," Ayi menjelaskan.

Asep lalu mengambil alih tur setelah proses sortir usai. Dia bertugas memandu saya ke tahap terakhir, yakni cupping. Ini adalah tahap di mana peserta tur belajar secara kilat cara mengenali aroma dan rasa kopi.

Dan ketika Asep bertanya kopi terbaik dari tiga sampel yang dia sajikan, lidah dan hidung saya menuntun pada kopi yang berada di paling pinggir. Ternyata itu adalah kopi yang diproses natural dan belum lama ini menyabet juara di Australia. Voila!

(BERSAMBUNG)

Berita terkait

Kopi Dingin atau Panas, Mana Lebih Baik Manfaatnya?

15 Juli 2018

Kopi Dingin atau Panas, Mana Lebih Baik Manfaatnya?

Anda lebih suka minum kopi dalam keadaan panas atau dingin? Simak perbedaan manfaatnya.

Baca Selengkapnya

Saatnya Merayakan Kopi

24 Maret 2018

Saatnya Merayakan Kopi

KOPI Nusantara telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Baca Selengkapnya

Minum Kopi Bikin Panjang Umur: Mitos atau Fakta? Simak Riset Ini

12 Desember 2017

Minum Kopi Bikin Panjang Umur: Mitos atau Fakta? Simak Riset Ini

Minum kopi merupakan ritual wajib bagi beberapa orang.

Baca Selengkapnya

Hari Kopi Dunia, Sudah Tahu Kopi dari Lepehan Kera?

30 September 2017

Hari Kopi Dunia, Sudah Tahu Kopi dari Lepehan Kera?

Tidak hanya kopi luwak yang biji kopinya sempat dicerna luwak. Toratima pun salah satu kopi yang sempat dicerna mamalia seperti kera.

Baca Selengkapnya

Hari Kopi Sedunia, Ini Perbedaan Kopi Robusta dan Arabika

29 September 2017

Hari Kopi Sedunia, Ini Perbedaan Kopi Robusta dan Arabika

Ini adalah perbedaan kopi robusta dan arabika

Baca Selengkapnya

Hari Kopi Sedunia, Tip Meroasting Biji Kopi Sesuai Selera

29 September 2017

Hari Kopi Sedunia, Tip Meroasting Biji Kopi Sesuai Selera

Hari Kopi Sedunia sangat sayang dilewatkan tanpa belajar seluk-beluk perkopian, termasuk meroasting.

Baca Selengkapnya

Hari Kopi Sedunia, Tip Meroasting Biji Kopi Sesuai Selera

29 September 2017

Hari Kopi Sedunia, Tip Meroasting Biji Kopi Sesuai Selera

Hari Kopi Sedunia sangat sayang dilewatkan tanpa belajar seluk-beluk perkopian, termasuk meroasting.

Baca Selengkapnya

Hari Kopi Sedunia, Apa Saja Cita Rasa Kopi?

29 September 2017

Hari Kopi Sedunia, Apa Saja Cita Rasa Kopi?

Kebanyakan orang menilai kopi hanya dengan ?enak, pahit, mantap?. Padahal masih banyak cita rasa yang ditawarkan berbagai jenis kopi di Indonesia.

Baca Selengkapnya

4 Langkah agar Kopi Tubruk Mencapai Taraf Nikmat Maksimal

10 September 2017

4 Langkah agar Kopi Tubruk Mencapai Taraf Nikmat Maksimal

Tip Trainer dari Barista Indonesia Coffee Academy dan Sekretaris Bidang Pelatihan dan Bisnis Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Setelah 20 Menit dari Seduhan, Rasa Kopi Tubruk akan Berubah

10 September 2017

Setelah 20 Menit dari Seduhan, Rasa Kopi Tubruk akan Berubah

Kopi yang sudah dingin, ekstrasi kafeinnya akan semakin banyak keluar.

Baca Selengkapnya